Agama dan Masyarakat


KULTUR MODERN, MORALITAS DAN AGAMA

 Menurut sang perintis sosiologi modern, Auguste Comte (1798-1857), umat manusia dalam perkembangan peradaban telah menempuh tiga tahap, yaitu tahap teologis, metafisik, dan positivistik (ilmiah-ilmu pengetahuan dan teknologi). Ketiga tahap ini dalam perkembangannya saling mendukung dan juga saling bertentangan.

Tahap teologis, manusia diprakarsai, dikuasai dan dituntun oleh makhluk-makhluk adikodrati-supranatural. Tahap metafisik, tempat teologi (agama) diganti oleh filsafat.
Filsafat berusaha menjelaskan dunia adikodrati secara rasional. Namun, filsafat terlalu gemar menjanjikan serangkaian teori tanpa mengajukan bukti-bukti (evidensi) yang memadai. Akibatnya, panggung filsafat hanya dihiasi rentetan polemik yang tidak kunjung usai. Akhirnya, tempat filsafat diambil alih oleh ilmu pengetahuan positif, ilmu yang berangkat dari fakta dan berakhir dengan fakta pula.

Dalam pertalian di antara ketiganya, khususnya antara ilmu dan teologi (agama) sering kali terjadi pertentangan yang sangat tajam. Vonis yang dijatuhkan mahkamah religius terhadap Copernicus (1616), Galileo Galilei (1633), pembakaran hidup-hidup Giordano Bruno pada awal abad ke-17, kontroversi yang meledak sekitar masalah teori evolusi Charles Darwin, telah mencemari nama agama Kristen pada awal zaman modern. Maka, agama pun sering dianggap sebagai musuh ilmu pengetahuan.

Kultus modern
Ilmu dan teknologi lalu dipandang sebagai pengetahuan yang bermanfaat secara nyata alias membebaskan umat manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, magi dan tirani alam. Atau, ilmu dan teknologi dianggap bukan hanya sebagai pewarta, tetapi sebagai dewa pembawa keselamatan bagi umat manusia. Keselamatan seolah bukan lagi rahmat dari Allah, melainkan hasil dari usaha manusia untuk mengatur dan menguasai alam, masyarakat serta mekanisme psikis dan genetis dari setiap individu. Itulah yang menurut Francis Bacon (1561-1626), firdaus yang hilang di awal sejarah bisa dibuat kembali oleh manusia lewat aktivitasnya sendiri, yakni melalui ilmu dan teknologi.

Perkembangan ilmu dan teknologi yang dimotori oleh revolusi industri, dan yang telah dianggap sebagai 'juru selamat' itulah kemudian lahirlah suatu era penuh kultus (kultus modern) yang disebut sebagai The Dark Ages, abad bersimbah cahaya 'Enlightment'     

- era kemajuan. Adalah era proklamasi kemerdekaan manusia atas tirani alam yang membelenggu manusia dalam kemiskinan dan kebodohan. Menurut filsuf Thomas Hobbes, ilmu dan teknologi lahir dari ketakutan manusia terhadap kekuatan dan bencana alam. Anxiety for the future time, disposeth men to inquire into the cause of thins.Perjuangan 'abadi' manusia melawan alam, the great struggle for existence,bisa diselesaikan dengan manusia keluar sebagai pemenang (Bambang Sugiarto, 2000).
 Sebagai dewa penyelamat, dalam alur yang agak visioner, Lewis Mumford yang disitir Agus Rachmat W (2000) melukiskannya; segera di masa yang akan datang, 'tuhan', yaitu komputer, akan dapat dijumpai, dan langsung dapat dihubungi lewat suara dan bayangan, di mana saja. Ia akan mengawasi sampai sekecil-kecilnya kehidupan setiap orang sambil menentukan bagaimana seharusnya tugas mengatur keluarga dan merencanakan kelahiran, seluruh kebutuhan pendidikan; penyakit dan tekanan mentalnya. Pada akhirnya, tidak ada percakapan, dan mungkin pada saatnya tiada mimpi yang dapat menghindar dari mata 'tuhan' yang selalu lebar dan tidak mengenal kasihan itu. Ilmu dan teknologi menjadi suatu kultus baru di zaman modern.
Ilmu dan teknologi memang tidak dapat disangkal berperan memberi sumbangan yang besar bagi kehidupan umat manusia dalam beberapa abad terakhir. Segala kesulitan hidup manusia dipermudah. Dunia ini diubah menjadi sebuah 'kosmopolis' sebuah kota dunia penuh warna. Melalui jaringan transportasi dan komunikasi yang mondial telah merajut dunia ini menjadi satu 'masyarakat dunia'. Dunia yang mahaluas dipintal menjadi satu samudra. Sebuah impian para pujangga yang digubah oleh Beethoven dalam Simfoni Kesembilan menjadi sebuah kegembiraan (song of joy) alias persaudaraan universal yang merangkul seluruh dunia menjadi satu saudara.

Tetapi, optimisme ilmiah ( scienstism) ternyata menjadi pedang bermata dua; yang satu menguntungkan, yang lain merugikan. Keterpesonaan pada ilmu sebagai penyelamat manusia dari belenggu kesulitan, berbalik menjadi suatu kecurigaan. Keterpesonaan yang begitu kuat terhadap kemajuan teknologi membuat banyak pertimbangan etis seakan-akan tersingkir. Kemajuan teknologi seolah melegitimasikan dirinya sendiri. Dengan argumentasi peningkatan teknologi, penelitian biogenetik dapat dibenarkan, lingkungan alam dieksploitasi dan dirusak. Semua keberatan atas dasar etis, sosial dan lingkungan hidup seakan-akan disingkirkan dengan sendirinya dianggap usang.  Ilmu dan teknologi tidak lagi bersifat netral. Kata Herbet Marcuse, ilmu dan teknologi telah merosot menjadi herrshaftswissen
Orientasi moral dan agama
Apa yang mesti dilakukan? Henri Bergson (1959-1944), seorang filsuf Prancis, menganjurkan perlu adanya kerja saja yang lebih komprehensif di antara ilmu dan teknologi, moral dan agama demi perkembangan peradaban. Sebab, segala kemudahan hidup yang telah dirintis oleh ilmu dan teknologi sering kali justru dijegal oleh sikap mental dan moral yang sempit. Maka, diperlukan suatu orientasi moral dan nilai-nilai agama guna mengimbangi laju ilmu dan teknologi. Teori Bergson menegaskan perlu pengembangan nilai-nilai agama dan sikap moral yang tepat untuk mewujudkan persaudaraan universal, ketika moralitas harus mengacu pada humanitas. Agama pun harus dinamis berpartisipasi dalam kreativitas Sang Pencipta.
Jadi, ilmu dan teknologi memang harus dikembangkan, tetapi nilai-nilai moral dan agama pun harus terus ditingkatkan. Moral untuk menertibkan kebebasan manusia dan mengendalikan nafsu egoistik materialisme. Tulis Agus Rachmat W, agama sebagai the love of perfection, berusaha menjembatani ketegangan kreatif di antara fakta dan ideal, bahkan menjembatani kehidupan fana dan kehidupan baka, tempat manusia akan menggapai kesempurnaan evolusi hidupnya. 

Solusi :
  
Ilmu pengetahuan lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari 2 kata. Ilmu dan Pengetahuan Dalam membicarakan pengetahuan saja akan memahami fakta pengalaman dan dunia realities, hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengetahuan, dsb.

Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan cerah, kpercayaan sudah mendalam. Sikap demikian adalah wajar, asalkan tetap dalam konteks pengliatan yang rasional. Sebab teknologi, selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.

Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa. Sebagai perjuangan yang akan memperoleh kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dan cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur. Hal itu sudah sejak lama oleh sarjana ekonomi di banyak negara digeluti dan dipecahkan, dan setiap kali pula pemecahannya lolos dari gnggaman, dan berkembang menjadi masalah baru. Berbicara tentang masalah kemiskinan dihadapkan kepada persoalan lain, seperti persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok, posisi manusia dalam lingkungan sosial, dan persoalan yang lebih jauh

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan merupakan bagian-bagian yang tidak dapat dibebaskan dan dipisahkan dari suatu system yang berinteraksi, interelasi, interdependesi, dan ramifikasi (percabangannya). Dengan demikian wajarlah apabila menghadapi masalah yang kompleks ini. Memerlukan studi mendalam dan analisis interdispliner kalau tidak mau mencampuradukan unsur-unsur sintesis dengan sintesisnya sendiri.

Maka usaha mulia berikutnya adalah membuat operasional dalam rangka social engineering-nya. Oleh sebab itu tulisan ini hanya lah bersifat penjajagan problema, kalau mungkin sampai mencari interelelasi, interaksi, interdependensi, dan ramifikasi dari berbagai unsure system dan subsystem.

Sumber :
http://www.reformasihukum.org/konten.php?nama=Pemilu&op=detail_politik_pemilu&id=689
http://ghesumar.wordpress.com/2009/12/06/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-kemiskinan/
    
  
 

Komentar